Senin, 21 Oktober 2013

Mengapa tidak pacaran ?



Seorang kawan pernah menegur ku saat aku memang bersikeuhkeuh menjaga prinsip ku itu untuk “Say No To Pacaran”...

Habis mau bagaimana lagi, kurasa aku memang tidak membutuhkannya. Kita memang tak pernah tahu kapan rasa suka, sayang, dan cinta itu mendobrak nurani. Datangnya memang tak diundang, yang dirasa adalah kebahagian dan kenyamanan bagai bunga-bunga indah yang senantiasa mewangi menyesakan dada dengan kesenangan. Begitu pun ketika rasa itu akhirnya pergi juga tanpa permisi, hingga tak ada yang mengetahui tujuan selanjutnya rasa ini kemana arahnya. Aku bersyukur bahwa Allah Yang Maha Pengasih masih mengaruniaiku rasa malu sebagai tameng penahan hasrat untuk segera mengikuti ritual wajib remaja saat ini (baca:pacaran), yang sudah tak diketahui kemana kiblatnya dan siapakah yang sebenarnya diikuti. Dan ritual ini bisa dilakukan asal suka sama suka meski tak terdeteksi juga sebenarnya rasa yang sedang menggebu-gebu benarkah karena cinta yang haqiqi atau hanya karena nafsu yang senatiasa minta untuk diikuti. Yang jelas semua terasa indah, saat rindu menggelora dan asmara mulai mendobrak sukma agar senantiasa berjumpa dengan yang terkasih adalah impian paling urgent untuk segera jadi kenyataan.

Dengan kerendahan hati, aku pun senatiasa berdo’a kepada Zat Yang Maha Perkasa untuk menutup aib ku serapat-rapatnya di dunia maupun di akhirat. Karena semata-mata aku yang tengah  berbuat sebegini, untuk melawan hasrat dan gejolak karena rasa Iffah dan Izzah kepada –Nya adalah karena Dia memang sedang menutup aib ku dan kita semua, karena tidak ada manusia yang sempurna kecuali Muhammad bin Abdullah yang telah Dia jaga akhlaq nya sebagai sebaik-baiknya manusia. Dan semoga kasih sayang Allah tak pernah berkurang buat kita semua..

Aku memang tak mampu menjudge seorang yang berpacaran itu tak memiliki rasa malu dan mereka bersalah. Karena aku pun memang belum juga membuktikan, bagaimana rasanya pacaran setelah menikah jadi sangat nampak bodoh ketika ku mengatakan hal yang jangankan untuk merasakan dan menikmatinya, membayangkannya saja rasanya aku belum berani. Apalagi, harus ku gembar-gemborkan antipacaran dan mencibir mereka yang berbuat demikian. Toh, mungkin saja sebagai seorang remaja aku pun pernah merasakan rasa penasaran tentang hal itu. Dan lagipula tak pernah ada larangan dikeluarga ku untuk melakukan hal tersebut semua dianggap wajar selama kita memang bisa menjaga segel virginitas, dan melakukan ritual pacaran yang lain dianggap wajar. Hanya saja  aku memang bukan seorang pelaku dan penyandang status pacaran. Entahlah, aku memang tak berminat dengan kegiatan tidak produktif itu.  Ditambah keberuntungan ku, bahwa Tarbiyah memang memeluk dan mendekapku lebih erat dibandingkan tawaran dari rutinitas pacaran dan janji manis para kaum adam yang belum tentu akan yang jadi halal untuk ku. Jadi, sejak awal aku memang tidak berminat dengan life style anak muda yang dianggap ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya (baca:pacaran).BoAm alias Bodo Amat…

Semua ini ku lakukan hanya karena aku begitu memahami kondisiku, ada sebuah kekhawatiran jika suatu saat nanti Dia telah menganugrahiku seorang pemuda yang senatiasa mendampingiku menuju surga-Nya. Aku khawatir jika nanti seorang yang paling tampan, cerdas, dan terbaik (baca: suamiku nanti) merasa kecewa. Karena memang aku bukanlah seorang gadis pemilik wajah cantik nan jelita yang bisa  dikagumi nya. Pun aku juga bukan anak dari keturunan bangsawan sehingga tak mungkin di dapati nya ku sebagai pemilik mobil mewah dan rumah megah apalagi perusahaan yang tersebar di mana-mana. Berbicara tentang kecerdasaan, bisa dikatakan aku juga tak punya keahlian yang bisa dibanggakan, mungkin hanya menulis coretan-coretan ini,itupun karena aku memang seorang yang banyak bicara. Kecuali, aku memang punya orang-orang luar biasa yang senantias mengajari dan mengawal setiap langkahku hingga saat ini dan dari mereka lah aku banyak belajar tentang bagaimana seharusnya wanita itu menjaga hargadirinya dengan agama dan sikap nya. Karena kecantikan itu pada masanya juga akan memudar dan hanya meninggalkan keriput saja. Sedangkan harta dan kekayaan pun bisa habis jika tak ada keberkahan didalamnya. Sedangkan kualitas iman seseorang  tak pernah ada ceritanya turut mengkriput dan memudar hingga usia menua, melainkan jika kita tak lagi memanjakan untuk datang kesalon Ruhiyah, dimana didalamnya kita bisa meningkatkan ibadah, muamalah, dan syariah sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Meski iman itu pun memang tak dapat diciptakan jika hanya mengandalakan keturunan, karena iman dibangun dengan motivasi didalam hati dan diri seseorang untuk terus mencari dan memperbaiki kualitas keimanannya sepenuh hati dan sepanjang hari-hari. Berteman dan membangun lingkungan  yang baik agar kualitas ibadah senatiasa terupgrade.

Aku berharap suatu saat nanti aku bisa mengatakan kepada dia yang terbaik untuk ku. “Maafkan lah aku, atas nama semua para lelaki yang pernah hinggap dikepala ku. Namun bukan di dalam hatiku, karena disana ada tempat terindah yang hanya ku persiapkan untuk mu.” Karena aku hanya akan mencintai dengan sebenar-benar cinta hanya untuk dia, lelaki cahaya ku yang telah Allah persiapkan untuk mendampingiku di dunia dan di akhirat untuk menuju surga-Nya.

Setidaknya, aku bisa memberikannya hal yang original kepada dia yang telah dipilihkan-Nya untuk ku. Dan Do’akan aku kawan semoga Allah senantiasa menyayangi dan melindungi kita sampai yang halal datang menjemput 
Agar bidadari cemburu pada kita, ukhtyfillah..
Aamiin


Source : Ka Desy Zoehriyah

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda